Selasa, 10 Maret 2015

2015

  Sudah hampir dua tahun saya tidak menulis atau mengutip apapun di sini. Lucu ketika membaca postingan lamaku menikmati labilnya masa-masa remaja hahaha.... Sekarang aku tinggal sementara untuk melanjutkan studi di Daerah Istimewa Yogyakarta, itu kabar terbarunya dan mungkin setahun ini aku lebih gemar mengabadikan momen pada foto dari pada menulis dan itu alasan kenapa aku tidak "ngeblog" lagi :(
  Tapi kabar baiknya aku kangen menulis dan mungkin akan kembali menulis dalam waktu dekat entah dengan menggabungkan foto dan tulisan menjadi sebuah karya jurnal atau menjadi apapun bentuknya. Hhhhmmm sebenarnya aku masih mencari template atau theme yang bagus untuk blog ini :)
See you...

Selasa, 29 Oktober 2013

Cinta tidak hadir di rumah ini.



cinta tidak hadir di rumah hari ini… ia pergi meninggalkan semua yang mengharapkannya. seorang lelaki muda.. seorang wanita paruh baya.. seorang tentara.. seorang istri.. seorang suami.. seorang ayah.. seorang ibu.. seorang wanita yang sedang meniti karirnya.. seorang mahasiswa yang berjuang dengan risetnya.. dan beberapa orang yang tidak dipedulikannya lagi. ia pergi dengan angkuhnya. meninggalkan banyak tangis dan luka di hati banyak orang.


saat ini.. cinta sudah tak sanggup mengurusi orang-orang itu. terlalu sering mereka menyedot airnya. ia bukan sapi.. apalagi teteknya..


cinta merasa capek..


laki-laki itu bunuh diri.. wanita paruh baya itu menjadi gila.. tentara itu dipenjara.. sang istri akhirnya terlunta.. sang suami menjadi skeptis.. sang ayah menjadi pemarah.. sang ibu menjadi pemadat.. wanita karir itu kehilangan pekerjaannya.. dan mahasiwa itu kehilangan masa depannya. cinta semakin meninggikan kepalanya. ia hanya tertawa… sekencang-kencangnya. ia menjadi gila.


rasa lelah membuat cinta menjadi gila. gila dengan semua definisi yang dibuat orang-orang itu. dahulu.. ia diciptakan untuk menghiasi dunia. membuat dunia semakin semarak. membuat adam mencintai hawa (dan sebaliknya). membuat semua manusia saling mencintai. sesederhana itu. saat ini.. cinta merasa kehilangan bentuknya dan waktu telah membuat cinta menjadi terperangkap. semua orang semakin berubah. semua mendefinisikan dirinya. merasa bahwa definisi mereka yang paling benar. cinta harus seperti ini.. dan cinta harus seperti itu..
namun cinta tidak ingin memihak siapapun. cinta ingin kembali seperti dulu. pada definisinya yang sederhana.
cinta muak dengan semua ini… dan ia memutuskan pergi..
cinta tidak hadir di rumah hari ini..

cinta sedang di jakarta mengumpulkan serpihan-serpihan hati…
berusaha membangun suatu image diri…

tapi cinta bukanlah sebuah definisi,
ia hanyalah sebuah pribadi,
yang rindu untuk ditemui,
oleh orang-orang yang benar-benar mencari…

Senin, 23 September 2013

Untuk Dia

Untuk kita, yang terlalu malu walau sekedar menyapa, terlanjur bersemu merah, dada berdegub lebih kencang, keringat dingin di jemari, bahkan sebelum sungguhan berpapasan.

Untuk kita, yang merasa tidak cantik, tidak tampan, selalu merasa keliru mematut warna baju dan pilihan celana, jauh dari kemungkinan menggapai cita cita perasaan.

Untuk kita, yang hanya berani menulis kata-kata dalam buku harian, memendam perasaan lewat puisi-puisi, dan berharap esok lusa ia akan sempat membacanya.

Semoga pemahaman baik itu datang. Bahwa semua pengalaman cinta dan perasaan adalah spesial. Sama spesialnya dengan milik kita. Tidak peduli sesederhana apa pun itu, sepanjang dibungkus dengan pemahaman-pemahaman yang baik. Dia akan baik.

Selasa, 23 Juli 2013

Jembatan Zaman

"Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya."

Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun, masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari Surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik.

Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini, burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun, jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tidak bisa kembali ke kacamata yang sama, bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil, atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecapatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas, tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh ke samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.

Minggu, 07 Juli 2013

Tawai Diri Sendiri

Hari itu malam minggu biasa, dua orang pria duduk dekat jendela kaca pemisah antara dunia luar keramaian dengan sebuah kedai kopi terkemuka. Mereka sering melakukannya, dulu.

Salah satu membeli makanan untuk camilan sembari berbincang. Hari itu banyak sekali naskah dalam otak kami yang lebih dikenal dengan keluhan hahaha. Masalah kami sebelas dua belas yaitu perempuan. Perempuan yang buat kami sibuk dan melupakan rutinitas ini.

Hari itu mungkin akan panjang sekali. Dibuka dengan pertanyaanku mengenai keadaan temanku yang krisis dalam berhubungan dengan wanita. Intinya sama, kami dalam masa transisi di mana harus berpisah dalam jarak karena pendidikan. Waktu ini terus berdetik dan mencari waktu untuk bertemu itu sesuatu yang pelik.

Kami seakan tertawa pada nasib satu sama lain. Sesaat kami tertawa seperti menertawakan diri kami sendiri. Sungguh lucu malam itu. Dua orang bersahabat berjuang terus untuk wanita yang bisa dibilang affordnya lebih ke pria entah dari perhatian, mengalah, dan usaha. Dan kesimpulan malam itu satu, Sesempurna apapun laki-laki kelemahannya adalah wanita. Sedih kawan.

Sabtu, 06 Juli 2013

Air

Mengapa kata-kata justru hilang pada saat seperti ini? Saat kulihat kamu butuh penghiburan, nasihat bijak, atau humor segar agar kesedihan ini beroleh penawar? Kemampuan kita berkata-kata menguap. Kemampuanku melucu lenyap. Kebisuan menjadi hadiah kebersamaan. Aku ingin bilang berbarengan dengan makin pilunya hati ini, ada keindahan yang kurasakan, dan aku tak mengerti mengapa bisa demikian.

Namun, kurasa hatimu tahu, seperti hatikupun tahu. Jika malam ini kita memutuskan untuk terus bersama, itu karena kita tidak tahu bagaimana menangani kesendirian. Aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutan akan sepi. Maka dari itu maaf, bila malam ini ku berbohong, cinta.

Berbicara cinta, aku tidak tahu cinta punya beraba macam varian. Kau harus bertanya langsung pada hati masing-masing. Bila hati adalah air, aku lantas menyimpulkan. Baru mengalir jika menggulir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Ada gravitasi yang secara alamiah menggiringnya. Dan jika peristiwa jatuh hati diumpamakan air terjun, maka bersamamu aku sudah merasakan terjun, jumpalitan, lompat indah. Berkali-kali. Namun, kanal hidup membawa aliran itu ke sebuah tempat datar, dan hatiku berhenti mengalir. Siapa yang mengatur ini? Aku pun tak tahu. Barangkali kita berdua, tanpa kita sadari. Barangkali hidup itu sendiri, sehingga sia-sia menyalahkan siapa-siapa.

Aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memecah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita terlalu jengah dan akhirnya pisah dalam amarah.

Jadi, aku tidak tahu cinta itu sendiri dari berapa macam. Yang kutahu, cinta ini tersendat, dan hatiku seperti mau mati pengap. Kendati kusayang kamu lebih daripada siapa pun yang kutahu. Kendati bersamamu senyaman berselimut pada saat hujan. Aku aman. Namun, aku mengerontang kekeringan. Dan kini kutersadar, aku butuh hujan itu. Lebih daripada apa pun. Dan sembari dipeluk pastinya sehingga muncul keindahan yang kumaksud. Kejujuran tanpa suara yang tak menyisakan ruang untuk dusta. Sakit ini tak terobati dan bukan untuk diobati. Dan itu jugalah keindahan yang kumaksud. Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.

Aliran ini memecah. Indah. Meski aku berbalik pergi

dan tak kembali.

Jumat, 05 Juli 2013

Kata

Pesan ini akan tiba kepadamu, entah dengan cara apa. Bahasa yang kutahu kini adalah perasaan. Mungkin aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir.

Bahasaku yang cuma rasa susah melekat pada kata. Ya lebih indah dilukiskan tampaknya. Tapi aku tau apa yang kau tanya, dan aku tau apa jawabannya. Tinggal cara yang masih menjaga rahasia.

Kau tau kata ragu? Aku pernah menyimak perkataan film terkenal, kala itu adegannya sangat menegangkan tapi bukan horor, kawan. Begini potongan percakapan mereka;

Remi : “Kalau nggak begini, saya akan selalu meminta kamu untuk mencintai saya, Gy. Semua yang kamu lakukan adalah karena saya meminta. Carilah orang yang gak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-galanya.”

Bahu Kugy berguncang tanpa bisa lagi ia tahan.

Kugy : “Tapi … orang itu kan kamu … aku … aku nggak pernah minta apa-apa … tapi … tapi, kamu kasih semuanya …”

Kugy berkata terengah, di sela isakan dan desakan yang begitu kuat menyesak di dadanya.

Remi : “Iya, Gy.”

Remi mengangguk sambil mengusap air mata di pipi Kugy.

Remi : “Kamu mungkin sudah ketemu. Saya yang belum.”

Suara Remi mulai bergetar.

Remi : “Saya yang belum …”

Ucapnya lagi, separuh berbisik. Seolah ia sedang memberi tahu dirinya sendiri.

Remi lalu bangkit, sejenak mendekap Kugy yang masih terisak, dan ia melangkah pergi......