Selasa, 29 Oktober 2013

Cinta tidak hadir di rumah ini.



cinta tidak hadir di rumah hari ini… ia pergi meninggalkan semua yang mengharapkannya. seorang lelaki muda.. seorang wanita paruh baya.. seorang tentara.. seorang istri.. seorang suami.. seorang ayah.. seorang ibu.. seorang wanita yang sedang meniti karirnya.. seorang mahasiswa yang berjuang dengan risetnya.. dan beberapa orang yang tidak dipedulikannya lagi. ia pergi dengan angkuhnya. meninggalkan banyak tangis dan luka di hati banyak orang.


saat ini.. cinta sudah tak sanggup mengurusi orang-orang itu. terlalu sering mereka menyedot airnya. ia bukan sapi.. apalagi teteknya..


cinta merasa capek..


laki-laki itu bunuh diri.. wanita paruh baya itu menjadi gila.. tentara itu dipenjara.. sang istri akhirnya terlunta.. sang suami menjadi skeptis.. sang ayah menjadi pemarah.. sang ibu menjadi pemadat.. wanita karir itu kehilangan pekerjaannya.. dan mahasiwa itu kehilangan masa depannya. cinta semakin meninggikan kepalanya. ia hanya tertawa… sekencang-kencangnya. ia menjadi gila.


rasa lelah membuat cinta menjadi gila. gila dengan semua definisi yang dibuat orang-orang itu. dahulu.. ia diciptakan untuk menghiasi dunia. membuat dunia semakin semarak. membuat adam mencintai hawa (dan sebaliknya). membuat semua manusia saling mencintai. sesederhana itu. saat ini.. cinta merasa kehilangan bentuknya dan waktu telah membuat cinta menjadi terperangkap. semua orang semakin berubah. semua mendefinisikan dirinya. merasa bahwa definisi mereka yang paling benar. cinta harus seperti ini.. dan cinta harus seperti itu..
namun cinta tidak ingin memihak siapapun. cinta ingin kembali seperti dulu. pada definisinya yang sederhana.
cinta muak dengan semua ini… dan ia memutuskan pergi..
cinta tidak hadir di rumah hari ini..

cinta sedang di jakarta mengumpulkan serpihan-serpihan hati…
berusaha membangun suatu image diri…

tapi cinta bukanlah sebuah definisi,
ia hanyalah sebuah pribadi,
yang rindu untuk ditemui,
oleh orang-orang yang benar-benar mencari…

Senin, 23 September 2013

Untuk Dia

Untuk kita, yang terlalu malu walau sekedar menyapa, terlanjur bersemu merah, dada berdegub lebih kencang, keringat dingin di jemari, bahkan sebelum sungguhan berpapasan.

Untuk kita, yang merasa tidak cantik, tidak tampan, selalu merasa keliru mematut warna baju dan pilihan celana, jauh dari kemungkinan menggapai cita cita perasaan.

Untuk kita, yang hanya berani menulis kata-kata dalam buku harian, memendam perasaan lewat puisi-puisi, dan berharap esok lusa ia akan sempat membacanya.

Semoga pemahaman baik itu datang. Bahwa semua pengalaman cinta dan perasaan adalah spesial. Sama spesialnya dengan milik kita. Tidak peduli sesederhana apa pun itu, sepanjang dibungkus dengan pemahaman-pemahaman yang baik. Dia akan baik.

Selasa, 23 Juli 2013

Jembatan Zaman

"Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya."

Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun, masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari Surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik.

Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini, burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun, jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tidak bisa kembali ke kacamata yang sama, bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil, atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecapatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas, tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh ke samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.

Minggu, 07 Juli 2013

Tawai Diri Sendiri

Hari itu malam minggu biasa, dua orang pria duduk dekat jendela kaca pemisah antara dunia luar keramaian dengan sebuah kedai kopi terkemuka. Mereka sering melakukannya, dulu.

Salah satu membeli makanan untuk camilan sembari berbincang. Hari itu banyak sekali naskah dalam otak kami yang lebih dikenal dengan keluhan hahaha. Masalah kami sebelas dua belas yaitu perempuan. Perempuan yang buat kami sibuk dan melupakan rutinitas ini.

Hari itu mungkin akan panjang sekali. Dibuka dengan pertanyaanku mengenai keadaan temanku yang krisis dalam berhubungan dengan wanita. Intinya sama, kami dalam masa transisi di mana harus berpisah dalam jarak karena pendidikan. Waktu ini terus berdetik dan mencari waktu untuk bertemu itu sesuatu yang pelik.

Kami seakan tertawa pada nasib satu sama lain. Sesaat kami tertawa seperti menertawakan diri kami sendiri. Sungguh lucu malam itu. Dua orang bersahabat berjuang terus untuk wanita yang bisa dibilang affordnya lebih ke pria entah dari perhatian, mengalah, dan usaha. Dan kesimpulan malam itu satu, Sesempurna apapun laki-laki kelemahannya adalah wanita. Sedih kawan.

Sabtu, 06 Juli 2013

Air

Mengapa kata-kata justru hilang pada saat seperti ini? Saat kulihat kamu butuh penghiburan, nasihat bijak, atau humor segar agar kesedihan ini beroleh penawar? Kemampuan kita berkata-kata menguap. Kemampuanku melucu lenyap. Kebisuan menjadi hadiah kebersamaan. Aku ingin bilang berbarengan dengan makin pilunya hati ini, ada keindahan yang kurasakan, dan aku tak mengerti mengapa bisa demikian.

Namun, kurasa hatimu tahu, seperti hatikupun tahu. Jika malam ini kita memutuskan untuk terus bersama, itu karena kita tidak tahu bagaimana menangani kesendirian. Aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri. Kau tidak layak untuk itu. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutan akan sepi. Maka dari itu maaf, bila malam ini ku berbohong, cinta.

Berbicara cinta, aku tidak tahu cinta punya beraba macam varian. Kau harus bertanya langsung pada hati masing-masing. Bila hati adalah air, aku lantas menyimpulkan. Baru mengalir jika menggulir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Ada gravitasi yang secara alamiah menggiringnya. Dan jika peristiwa jatuh hati diumpamakan air terjun, maka bersamamu aku sudah merasakan terjun, jumpalitan, lompat indah. Berkali-kali. Namun, kanal hidup membawa aliran itu ke sebuah tempat datar, dan hatiku berhenti mengalir. Siapa yang mengatur ini? Aku pun tak tahu. Barangkali kita berdua, tanpa kita sadari. Barangkali hidup itu sendiri, sehingga sia-sia menyalahkan siapa-siapa.

Aku ingin mengalir. Hatiku belum mau mati. Aliran ini harus kembali memecah dua agar kita sama-sama bergerak. Sebelum kita terlalu jengah dan akhirnya pisah dalam amarah.

Jadi, aku tidak tahu cinta itu sendiri dari berapa macam. Yang kutahu, cinta ini tersendat, dan hatiku seperti mau mati pengap. Kendati kusayang kamu lebih daripada siapa pun yang kutahu. Kendati bersamamu senyaman berselimut pada saat hujan. Aku aman. Namun, aku mengerontang kekeringan. Dan kini kutersadar, aku butuh hujan itu. Lebih daripada apa pun. Dan sembari dipeluk pastinya sehingga muncul keindahan yang kumaksud. Kejujuran tanpa suara yang tak menyisakan ruang untuk dusta. Sakit ini tak terobati dan bukan untuk diobati. Dan itu jugalah keindahan yang kumaksud. Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.

Aliran ini memecah. Indah. Meski aku berbalik pergi

dan tak kembali.

Jumat, 05 Juli 2013

Kata

Pesan ini akan tiba kepadamu, entah dengan cara apa. Bahasa yang kutahu kini adalah perasaan. Mungkin aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir.

Bahasaku yang cuma rasa susah melekat pada kata. Ya lebih indah dilukiskan tampaknya. Tapi aku tau apa yang kau tanya, dan aku tau apa jawabannya. Tinggal cara yang masih menjaga rahasia.

Kau tau kata ragu? Aku pernah menyimak perkataan film terkenal, kala itu adegannya sangat menegangkan tapi bukan horor, kawan. Begini potongan percakapan mereka;

Remi : “Kalau nggak begini, saya akan selalu meminta kamu untuk mencintai saya, Gy. Semua yang kamu lakukan adalah karena saya meminta. Carilah orang yang gak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-galanya.”

Bahu Kugy berguncang tanpa bisa lagi ia tahan.

Kugy : “Tapi … orang itu kan kamu … aku … aku nggak pernah minta apa-apa … tapi … tapi, kamu kasih semuanya …”

Kugy berkata terengah, di sela isakan dan desakan yang begitu kuat menyesak di dadanya.

Remi : “Iya, Gy.”

Remi mengangguk sambil mengusap air mata di pipi Kugy.

Remi : “Kamu mungkin sudah ketemu. Saya yang belum.”

Suara Remi mulai bergetar.

Remi : “Saya yang belum …”

Ucapnya lagi, separuh berbisik. Seolah ia sedang memberi tahu dirinya sendiri.

Remi lalu bangkit, sejenak mendekap Kugy yang masih terisak, dan ia melangkah pergi......

Senin, 27 Mei 2013

" Yang Terbaik. "

 Dalam doaku, tak pernah sekalipun kusebut instansi apapun. Yang kupinta selalu yang terbaik. Tak satu kali di depan mata ini kenyataan pahit akan kegagalan lewat di depan saya. Dan mungkin bagiNya ini belum cukup.

 Dua kali saya ganti haluan. Ingin jadi planologi untuk mengatur kota2 Indonesia yang carut marut tetapi mungkin harus cucu saya yang lanjutkan mimpi saya. Ingin buat cafe bersama kakak saya di mana orang bisa tertawa tanpa sekat2 dan sibuk melihat jam tangan sembari berdiskusi sambil anak dan orang tuanya belanja baju karya saya, mungkin ditunda dulu. 

 Sejauh ini yang saya pegang cuma satu. Pinta saya "yang terbaik" setiap minggu di goaNya walau ada masalah dan tidak. Kelebihan hambaMu ini, serukan namaMu..

 

Selasa, 30 April 2013

Selagi Kau Lelap

Sekarang pukul 1.30 pagi di tempatmu.
  Kulit wajahmu pasti sedang terlipat dii antara kerutan sarung bantal. Rambutmu yang tebal menumpuk di sisi kanan, karena engkau tidur tertelungkup dengan muka menghadap ke sisi kiri. Tanganmu selalu tampak menggapai, apakah itu yang selalu kau cari di bawah bantal.

  Aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. semata-mata supaya aku bisa terpilin masuk ke dalam lipatan seprai tempat tubuhmu sekarang terbaring. Sudah hampir satu tahun aku begini. Dua belas bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan enam puluh. Kalikan enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 1.866.240.000

  Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku tertarik padamu. Angka itu bisa lebih fantastis kalau ditarik sampai skala nano. Silakan cek. Dan aku berani jamin engkau masih ada di situ. Di tiap inti detik, dan di dalamnya lagi, dan lagi, dan lagi...

  Penunjuk waktuku tak perlu mahal-mahal. Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas. Rolex tak mampu berikan itu.

  Mengertilah, tulisan ini bukan bertujuan untuk merayu. Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor, tak terbayang menambahinya lagi dengan rayuan. Angka miliaran tadi adalah fakta matematis. Empiris. Siapa bilang cinta tidak bisa logis. Cinta mampu merambah dimensi angka dan rasa sekaligus.

  Sekarang pukul 2.30 di tempatmu. Tak terasa sudah satu jam aku di sini. Menyumbangkan lagi 216.000 milisekon ke dalam rekening waktuku. Terima kasih. Aku semakin kaya saja. Andaikan bisa kutambahkan satu rupiah, atau lebih baik lagi, dolar, di belakangnya. Namun, engkau tak ternilai. Engkau adalah pangkal, ujung, dan segalanya yang di tengah-tengah. Sensasi ilahi. Tidak dolar. tidak juga yen, mampu menyajikan.

  Aku tak pernah terlalu tahu keadaan tempat tidurmu. Bukan aku yang sering ada di situ. Entah siapa. Mungkin cuma guling atau bantal-bantal ekstra bahkan boneka lugumu itu lebih tau. Terkadang, benda-benda mati justru mendapatkan apa yang paling kita inginkan, dan tak sanggup kit abersaing dengannya. Aku iri pada baju tidurmu, handukmu, apalagi guling... sudah. Stop. Aku tak sanggup melanjutkan. Membayangkannya saja ngeri. Apa rasanya dipeluk dan didekap tanpa pretensi? Itulah surga. Dan manusia perlu beribadah jungkir-balik untuk mendapatkannya? Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai. Tak diizinkan kita untuk berjalan luru-lurus saja demi mencapai Tanah Perjanjian.

  Kini, izinkan aku tidur. Menyusulmu ke alam abstrak di mana segalanya bisa bertemu. Pastikan kau ada di sana, tidak terbangun karena ingin pipis, atau mimpi buruk. Tunggu aku.

  Begitu banyak yang ingin kubicarakan. Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang... tak ada yang tak bisa kita lakukan, bukan? Namun, kalau boleh memilih satu: aku ingin mimpi tidur di sebelahmu. Ada tanganku di bawah bantal, tempat jemarimu menggapai-gapai.

  Tidurku meringkuk ke sebelah kanan sehingga wajah kita berhadapan. Dan ketika matamu terbuka nanti, ada aku di sana. Rambutku yang berdiri liar dan wajahmu yang tercetak kerut seprai.

  Tiada yang lebih indah dari cinta dua orang di pagi hari. Dengan muka berkilap, bau keringat, gigi bermentega, dna mulut asam... mereka masih berani tersenyum dan saling menyapa "selamat pagi".



Kamis, 18 April 2013

Selamat Ulang Tahun

Hai,
Aku sedang menebak-nebak, kira-kira prosesi apa yang tengah kamu siapkan. Kamu selalu tergila-gila berprosesi. Segala sesuatu harus dihantakan dengan sempurna dan terencana. Perayaan dan peringatan menyesaki kalendar kita sepanjang tahun, dan tidak pernah kamu bosan, bahkan kamu semakin ahli. Malam ini kamu menantangku berhitung dengan stop watch. Teleponku akan berdering tepat setengah jam lagi. Sungguh, kamu sudah sehebat itu. Janjimu adalah matahariku yang terbit dan terbenam tanpa pernah keliru.

Sambil menunggi, izinkan akj berkelakar mengenai kamu dan sayap. Sejak kepindahanku ke negara lain, kamu terobsesi dengan segala makhluk bersayap. Kamu percaya bahwa manusia bersayap adalah hibrida termulia, di atas manusia bersirip dan berinsang. Aku ingin percaya kamu cukup cerdas untuk tidak mencoba terbang kemari. Kalaupun. Itu bisa terjadi, aku khawatir kamu mati lemas di jalan lalu jatuh ke laut. Dimakan hiu. Dan jadilah kalian hibrida yang liar biasa. Manusia bersayap di dalam perut makhluk bersirip berinsang.

Dengan caramu mengagungkan momentum, kamu membuatku ikut percaya betapa sakral peluk cium 14 Februari atau tiupan trompet tahun baru yang harus jatuh tepat 00.00. Kamu membuatku percaya ada poin tambahan jika memperlakukan hidup seperti arena balap lari. Namun, imanku pada arena itu luruh dalam satu malam karena kegagalanmu menyentuh garis finis. Lihatlah detik itu, jarum jam itu, momentum yang tak lagi berarti di detik pertama kamu gagal mengucapkan apa yang harusnya kamu ucapkan....lima menit lalu...

Aku tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada insiden yang cukup dahsyat di dunia serbaseluler ini hingga kamu tidak bisa menghubungiku. Mungkinkah matahari lupa ingatan lalu keasyikan terbenam atau terlambat terbit? Bahkan, kiamat pun hanya bicara soal arah yang kebalik, bukan soal perubahan jadwal. Atau mungkinkah ini akan jadi salah satu tanda kiamat kecil yang orang ramai gunjingkan, tentang lelaki bercinta dengan lelaki, dan perempuan berbaju lelaki, lelaki bercinta dengan lelaki, dan perempuan bercinta dengan perempuan, dan kalau mereka mau menengok sejarah manusia ribuan tahun terakhir ini, tidaklah tanda semacam itu sudah klise, dan kiamat harus menyiapkan tanda-tanda baru bila masih ingin jadi hari yang paling diantisipasi, dengan misalnya, mengadopsi absurditas yang terjadi malam ini? Malam di mana kamu terlambat mengucapkan apa yang harusnya kamu ucapkan... Satu jam yang lalu....

Suatu waktu nanti, saat kamu berhenti percaya manusia bisa punya sayap selain lempeng besi yang didorong mesin jet, saat kamu berhenti percaya hidup lebih bermakna bila ada wasit menyalakkan aba-aba "1,2,3", kamu boleh terus percaya bahwa kemarin... Besok... Lusa.... Dan hari-hari sesudah itu... Aku masih di sini. Menunggumu kamumengucapkan apa yang harusnya kamu ucapkan... Berjam-jam yang lalu:

" Selamat ulang tahun."

Tapi dari itu semua ada yang harusnya lebih penting. Akuningin ingin membisikkan selamat tidur, jangan bermimpi. Mimpi mengurangi kualitas istirahatnya. Dan untuk bersamaku, ia tak perlu bermimpi. Tapi.. Saya bermimpi... Walau begitu, keinginan itu,,, tidak ketinggian, kan?

Jumat, 12 April 2013

Dekat di abad 21

Jarak dekat tetapi nasib sama dengan mereka yang jauh, Semua masih bebas, berpura-pura terikat, Saling memberikan instruksi walau punya intuisi, Berperspektif sama, Jadi orang tersopan tiap malam, ucapkan salam Tawa riang, tangis histeris Bertahan satu, lainnya mendua Tanpa garansi, satu pihak naik emosi Dekat melekat, Jauh, mau bagaimana?

Senin, 08 April 2013

4/8/013

kalau pernah kamu bertemu dulu, apa yang
kau inginkan nanti? sepi. kalau nanti kau
dapatkan cinta, bagaimana kau tempatkan
waktu? sendiri. bila hari tak lagi berani
munculkan diri, dan kau tinggal untuk
menanti? cari. andai bumi sembunyi saat
kau berlari? mimpi. lalu malam menyer-
gapmu dalam pandang tiada tepi? hati.
baik...aku tak lagi memberimu mungkin?
kecuali. baik..baik, aku hanya akan menya-
pamu tanpa kecuali? mungkin. dan jika
tetap seperti itu, embun takkan jatuh dari
kalbumu? sampai. akankah kau patahkan
tubuhmu hingga musim tiada berganti?
mari. lalu kau tumbuhkan bunga tanpa
kelopak tanpa daun berhelai-helai? kemari.
juga kau benamkan yang lain dalam jurang
di matamu? aku. katakan bahwa kau mene-
rimamu seperti aku memberimu?...
kau? ya. kau?...aku.

Kamis, 04 April 2013

Momentum

Pacar impianmu dewasa ini pastilah seseorang yang memiliki pesona bagai pangeran dan berikan kau harapan bualan cinta dan masa depan. Tapi berpikirlah, Ia berikan amarah atau asmara, kasih atau pedih. Kenapa saya berstatemen seperti ini? Karena hidup bukan film yang bisa digantikan pemeran pengganti. Bahkan lebih mengerikan. Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis. Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu. Saya tak bermaksud menakuti tetapi jikalau kau pada momen pertemuan dengan pangeranmu, jalanilah. Percayalah momen hadir. Begitu ia lewat ia tidak lagi sebuah momentum. Ia menjadi kenangan. Dan kenangan tidak akan membawa Anda kemana-mana. Kau hanya menjadi pengenang atau yang dikenang. Sehingga pada titik ini dirimu kan hampa. Tapi tunggu dulu. Bagaiman hampa bisa menyakitkan? Hampa seharusnya berarti tidak ada apa-apa. Tidak ada apa-apa berarti tidak ada masalah, termasuk sakit hati.

Maka dari ini semua, saran saya manfaatkan momen itu. Cinta pelan-pelan tapi jangan telat. Kalau ada waktu tepat maka ambilah selagi sempat.

Lelah

 Liat tubuhmu, liat sekelilingmu, semua berongga. Kamu takkan hidup bila tidak ada rongga di tubuhmu dan kamu takkan berkehendak bebas bila tidak ada ruang di sekelilingmu. Sama halnya dengan  huruf apakah ia memiliki arti bila tanpa jeda, apa iya bermakna bila tanpa spasi?  Aku lihat semua lalu lalang terlalu cepat sekarang. Berburu waktu penuh ekspetasi tinggi. Wajar saja karena semua sedang ngebut sebelum garis finis itu terinjak oleh sang juara. Tapi kawan, banyak hal yang tidak bisa dipaksakan, Tapi layak diberi kesempatan dan kesempatan itu tiap hari ditawarkan dengan latihan-latihan yang ada. Tapi bukankah kita butuh jeda?